04 November 2011

Nomads and The Bag of Money (Pengembara dan Sekantong Uang)

Nomads and The Bag of Money


Two Nomads were walking together in a wandering path, and one of these nomads found a bag contained full of money.

"How lucky I am!" he said, "I have found a bag containing money. Considering the weight, I think this bag must be filled with gold coins."

"Do not say 'I have found a bag of money'," said his friend. "You'd better say 'WE have found a bag of money.' Nomads always share with other nomads, both in hard and happy."

"No, no," said the nomad who found the money, angrily. "I found it and I'll keep it."

At that time they heard shouts behind them "Stop, thief!" and when they look back, they saw a bunch of people who looked angry and carrying wooden clubs and batons, ran toward them.

Nomads who found the money straightly felt scared.

"Unlucky us if they see this money bag is in our hands," he said with dread.

"No, no," answered the other nomad, "you do not say 'WE' when you found a bag of money, now keep using the word 'I', you should have said 'Unlucky me'".

We should not expect that people will bear hardship unless we share our good fortune to them as well.





Pengembara dan Sekantong Uang


Dua orang pengembara berjalan bersama di suatu jalan, dan salah satu pengembara tersebut menemukan sebuah kantung yang penuh berisikan uang.

"Betapa beruntungnya saya!" katanya, "Saya telah menemukan sebuah kantung berisi uang. Menimbang dari beratnya, saya rasa kantung ini pasti penuh dengan uang emas."

"Jangan bilang 'SAYA telah menemukan sekantung uang'," kata temannya. "Lebih baik kamu mengatakan 'KITA telah menemukan sekantung uang'. Pengembara selalu berbagi rasa dengan pengembara lainnya, baik itu dalam susah maupun senang."

"Tidak, tidak," kata pengembara yang menemukan uang, dengan marah. "SAYA menemukannya dan SAYA akan menyimpannya sendiri."

Saat itu mereka mendengarkan teriakan teriakan di belakang mereka "Berhenti, pencuri!" dan ketika mereka melihat ke belakang, mereka melihat sekumpulan orang yang terlihat marah dan membawa pentungan kayu dan tongkat, berlari ke arah mereka.

Pengembara yang menemukan uang tadi langsung menjadi ketakutan.

"Celakalah kita jika mereka melihat kantung uang ini ada pada kita," katanya dengan ketakutan.

"Tidak, tidak," jawab pengembara yang satu, "kamu tidak mengatakan 'KITA' sewaktu menemukan sekantung uang, sekarang tetaplah menggunakan kata 'SAYA', kamu seharusnya berkata 'celakalah SAYA'".

Kita tidak boleh berharap bahwa orang akan mau ikut menanggung kesusahan kita kecuali kita mau membagi keberuntungan kita kepada mereka juga.
[ Read More - Baca Selengkapnya ]

A Turtle and A Pair of Ducks (Seokor Kura-Kura dan Sepasang Itik)

A Turtle and A Pair of Ducks

A turtle, which you know always carries his home behind his back, said never leave his home, how hard he tried. Some say that the Jupiter God had sentenced the turtle because he was very lazy and preferred to stay at home and not to go to the wedding of Jupiter God, although the Jupiter God had specially invited him.

After many years, the turtle began to hope that someday he could attend a wedding. When he saw birds flying happily in the sky and how the rabbits and squirrels and all sorts of animals
swiftly running, he wanted to be agile like other animals. The turtle was very sad and dissatisfied. He wanted to see the world as well, but he has a house on his back and his legs are too small and should be dragged when walking.

One day he met a pair of ducks and told his troubles.

"We can help you to see the world," said the ducks. "Hold on to this wood with your teeth and we will carry you away into the sky where you can see the entire land under you. But you must be quiet and not talk or you'll be very sorry."

The turtle was very happy heart. He quickly held the wood tightly with his teeth, a pair of ducks each of them held both ends of the wood in their mouths, and flew up into the clouds.

at that time a crow was flying across it. He was very impressed with what he saw and said:

"You must be king of the turtles!"

"Surely I ......" the turtle began to say.

But once he opened his mouth to utter these words, he lost his grip on the wood and fell down to the bottom, where he finally crashed onto the rocks in the ground.

Foolish curiosity and vanity often lead to misfortune.




Seokor Kura-Kura dan Sepasang Itik

Seekor kura-kura, yang kamu tahu selalu membawa rumahnya di belakang punggungnya, dikatakan tidak pernah dapat meninggalkan rumahnya, biar bagaimana keras kura-kura itu berusaha. Ada yang mengatakan bahwa Dewa Jupiter telah menghukum kura-kura karena kura-kura tersebut sangat malas dan lebih senang tinggal di rumah dan tidak pergi ke pesta pernikahan Dewa Jupiter, walaupun Dewa Jupiter telah mengundangnya secara khusus.

Setelah bertahun-tahun, si kura-kura mulai berharap agar suatu saat dia bisa menghadiri pesta pernikahan. Ketika dia melihat burung-burung yang beterbangan dengan gembira di atas langit dan bagaimana kelinci dan tupai dan segala macam binatang dengan gesit berlari, dia merasa sangat ingin menjadi gesit seperti binatang lain. Si kura-kura merasa sangat sedih dan tidak puas. Dia ingin melihat dunia juga, tetapi dia memiliki rumah pada punggungnya dan kakinya terlalu kecil sehingga harus terseret-seret ketika berjalan.

Suatu hari dia bertemu dengan sepasang itik dan menceritakan semua masalahnya.

"Kami dapat menolongmu untuk melihat dunia," kata itik tersebut. "Berpeganglah pada kayu ini dengan gigimu dan kami akan membawamu jauh ke atas langit dimana kamu bisa melihat seluruh daratan di bawahmu. Tetapi kamu harus diam dan tidak berbicara atau kamu akan sangat menyesal."

Kura-kura tersebut sangat senang hatinya. Dia cepat-cepat memegang kayu tersebut erat-erat dengan giginya, sepasang itik tadi masing-masing menahan kedua ujung kayu itu dengan mulutnya, dan terbang naik ke atas awan.

Saat itu seekor burung gagak terbang melintasinya. Dia sangat kagum dengan apa yang dilihatnya dan berkata:

"Kamu pastilah Raja dari kura-kura!"

"Tentu saya......" kura-kura mulai berkata.

Tetapi begitu dia membuka mulutnya untuk mengucapkan kata-kata tersebut, dia kehilangan pegangan pada kayu tersebut dan jatuh turun ke bawah, dimana dia akhirnya terbanting ke atas batu-batuan yang ada di tanah.

Rasa ingin tahu yang bodoh dan kesombongan sering menyebabkan kesialan.
[ Read More - Baca Selengkapnya ]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...